Senin, 21 Mei 2012

TRADISI PERANG KETUPAT (Bangka War Tradition)



5

Tradisi perang ketupat merupakan salah satu ritual upacara masyarakat pantai pasir kuning, Tembilang, Bangka Barat. Upacara ini bertujuan untuk memberi makan makhluk halus yang dipercaya bertempat tinggal di daratan. Menurut para dukun, makhluk-makhluk halus itu bertabiat baik dan menjadi penjaga Desa Tempilang dari roh-roh jahat. Oleh karena itu, mereka harus diberi makan agar tetap bersikap baik terhadap warga desa.

Tidak ada yang mengetahui pasti kapan tradisi ini dimulai. Namun berdasarkan cerita rakyat, tradisi ini sudah ada ketika Gunung Krakatau meletus pada tahun 1883. Ada juga yang menyatakan, kegiatan ini telah dilaksanakan sejak zaman penjajahan Portugis yang jelas Upacara ini terus digelar secara turun-temurun hingga sekarang.

Tradisi perang ketupat ini memakan waktu selama dua hari, hari pertama, upacara dimulai pada malam hari dengan menampilkan beberapa tarian tradisional mengiringi sesaji untuk makhluk halus yang diletakan di atas penimbong atau rumah-rumahan dari kayu menangor. Para dukun emudian memulai acara. Hari kedua,  upacara Perang Ketupat yang dimulai dengan terlebih dahulu  menampilkan tari Serimbang. Dukun laut dan dukun darat bersanding membacakan  mantra-mantra di depan ketupat yang berjumlah 40 buah. Setelah itu, ketupat disusun  rapi di atas tikar pandan. Pemuda berjumlah 20 pun diatur berdiri  berhadap-hadapan. Mereka saling berebut dan saling lempar ketupat. Setelah  suasana kacau, salah seorang dukun meniup peluit tanda perang ketupat tahap  pertama selesai. Setelah itu dilanjutkan perang ketupat tahap kedua dengan proses  yang sama. Upacara Perang Ketupat itu kemudian diakhiri dengan upacara Nganyot  Perae (upacara menghanyutkan perahu mainan dari kayu ke laut sebagai tanda  mengantar para makhluk halus pulang agar tidak mengganggu masyarakat Tempilang.

Pelaksanaan Upacara Perang Ketupat  ini dipusatkan di Pantai Pasir Kuning, Desa Tempilang, Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Upacara ini  dilaksanakan menjelang bulan puasa (Ramadhan).

Keistimewaan upacara ini tampak pada  kemasan acara yang penuh dengan tarian tradisional (tari Campak, tari  Serimpang, tari Kedidi, tari Seramo, dan tari Kamei) dan upacara tambahan  seperti upacara Penimbongan, Ngancak, dan Nganyot Perae. Dalam  upacara ini pengunjung seakan diajak masuk ke alam mistis ketika secara  tiba-tiba empat dukun secara bergantian tidak sadar (trance). Dukun yang  satu disadarkan, dukun satunya lagi tidak sadar hingga semua dukun mengalami trance.

Jarak dari ibukota Kabupaten Bangka Barat  (Mentok) ke lokasi sekitar 36 km. Pengunjung disarankan  menggunakan kendaraan pribadi karena kendaraan umum yang menuju desa dan lokasi  upacara sangat jarang. Pengunjung juga harus berhati-hati karena banyak sekali  jalan berlobang dengan debu-debu yang beterbangan di pinggir jalan jika cuaca  panas. Oleh karena jalan yang kurang baik, akses ke lokasi membutuhkan waktu  tempuh sekitar 25 menit.

Di desa dan sekitar pantai ini, pengunjung  juga bisa dengan mudah menemukan penginapan, restoran, dan rumah makan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar